Camaras Kamala Hari Ini

Wakil presiden (2021–sekarang)

Setelah terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat pada pemilu 2020, Harris akan menjabat sebagai wakil presiden Amerika Serikat pada 20 Januari 2021.[268] Dia akan menjadi wakil presiden wanita pertama, serta orang kulit berwarna pertama yang memegang jabatan tersebut sejak Charles Curtis, seorang penduduk asli Amerika, yang bertugas di bawah Herbert Hoover dari 1929 hingga 1933. Dia juga akan menjadi orang ketiga dengan keturunan non-Eropa yang diakui untuk mencapai salah satu jabatan tertinggi di cabang eksekutif, setelah Curtis dan mantan Presiden Barack Obama.[269]

Harris mengundurkan diri dari kursi Senatnya pada 18 Januari 2021, dua hari sebelum pelantikannya sebagai Wakil Presiden. Ia kemudian dilantik pada 20 Januari 2021, memegang dua Alkitab pada saat pengambilan sumpah; satu dimiliki oleh Regina Shelton, seseorang yang penting baginya dan kakaknya, Maya Harris, dan Alkitab lain yang dulu dimiliki oleh mantan Hakim Agung Amerika Serikat Thurgood Marshall.

Pengambilan sumpah Kamala Harris dilakukan didepan Hakim Agung Sonia Sotomayor, yang menjadi Hakim Agung wanita pertama yang mengadministrasi pengambilan sumpah sebanyak dua kali setelah ia melakukan hal serupa dengan pengambilan sumpah Joe Biden kala ia masih menjadi Wakil Presiden Barack Obama pada 2013. Dalam pengambilan sumpahnya, ia membacakan pernyataan berikut:

Saya, Kamala Devi Harris, bersumpah dengan sungguh-sungguh bahwa saya akan mendukung dan membela Konstitusi Amerika Serikat dari semua musuh, baik asing maupun domestik; bahwa saya akan memegang teguh kesetiaan dan kesetiaan itu; bahwa saya menerima kewajiban ini dengan sukarela, tanpa ada keraguan atau maksud untuk mengelak; dan bahwa saya akan melaksanakan tugas jabatan yang akan saya emban dengan baik dan setia. [Tuhan, tolonglah saya.]

Tindakan pertamanya sebagai Wakil Presiden adalah melantik penggantinya, Alex Padilla, dan Senator Georgia Raphael Warnock dan Jon Ossoff yang terpilih dalam pemilihan putaran kedua Georgia 2021.[270]

Saat Kamala Harris mulai menjabat, Senat Amerika Serikat terbagi menjadi 50 anggota Partai Demokrat dan 50 anggota Partai Republik.[271] Ini mengartikan bahwa Kamala Harris harus dipanggil ke Senat Amerika Serikat untuk menggunakan wewenangnya untuk memberikan suara penentu sebagai presiden Senat AS. Pada tanggal 5 Februari, Kamala Harris memberikan suara penentu sebanyak dua kali. Pada bulan Februari dan Maret, peran Kamala Harris dalam memberi suara penentu dinilai sangat krusial bagi pengesahan Undang Undang Rencana Penyelamatan Amerika 2021, sebuah kebijakan stimulus ekonomi yang dicanangkan Biden, karena tidak ada Senator Partai Republik yang menyetujui UU tersebut.[272][273] Pada 20 Juli, Kamala Harris memecahkan rekor wakil presiden sebelumnya, Mike Pence dalam memberikan suara penentu pada tahun pertama sebagai wakil presiden[274] pada saat Kamala memberikan suara penentu yang ketujuh pada 6 bulan pertamanya.[275] Ia memberikan 13 suara penentu di Senat AS, memecahkan rekor sebagai wakil presiden pemberi suara penentu terbanyak dalam satu tahun sebagai wakil presiden, mengalahkan Wakil Presiden John Adams yang memberi suara penentunya pada tahun 1790 sebanyak 12 kali.[275][276] Pada 5 Desember, ia kembali memecahkan rekor sebagai wakil presiden dengan suara penentu terbanyak setelah memberikan suara penentu ke-32, mengalahkan Wakil Presiden John Calhoun yang memberi suara penentu sebanyak 31 kali selama 8 tahu menjabat sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat.[275][277] Pada 19 November 2024, Kamala menjadi penjabat presiden dari jam 10:10 sampai 11:35 Waktu Timur saat Biden menjalankan operasi kolonoskopi.[278] Ia menjadi wanita pertama dan orang ketiga yang menjabat sebagai presiden sementara dibawah bagian 3 Amendemen Kedua Puluh Lima Konstitusi Amerika Serikat.[279][280]

Sejak awal Desember 2021, peran Kamala Harris dinilai sangat penting dalam keberlangsungan pemerintahan Joe Biden karena tugasnya dalam memberi suara penentu di Senat AS yang terbagi rata dan rumor kuat bahwa Kamala Harris bisa saja menggantikan Joe Biden dalam pemilihan umum 2024 apabila Biden tidak ingin berkontestasi sebagai petahana.[281]

San Francisco District Attorney

Kamala Harris was first elected to office in 2003 as the San Francisco district attorney.

In 2003, Harris defeated incumbent Terence Hallinan, her former boss, to become San Francisco’s district attorney. While serving in the role, she launched the “Back on Track” initiative, which cut recidivism by offering job training and other educational programs for low-level offenders. However, Harris also drew criticism for adhering to a campaign pledge and refusing to seek the death penalty for a gang member convicted of the 2004 killing of police officer Isaac Espinoza.

Jaksa Agung California (2011-2017)

Hampir dua tahun sebelum pemilu 2010, Harris mengumumkan dia berencana untuk mencalonkan diri sebagai Jaksa Agung California.[77] Dia juga menyatakan bahwa dia hanya akan mencalonkan diri jika Jaksa Agung Jerry Brown tidak mencalonkan diri kembali untuk posisi itu.[78] Brown kemudian memilih untuk mencalonkan diri sebagai gubernur dan Harris mengkonsolidasikan dukungan dari Demokrat California.[79] Kedua senator California, Dianne Feinstein dan Barbara Boxer, Ketua DPR Nancy Pelosi, salah satu pendiri United Farm Workers Dolores Huerta, dan Walikota Los Angeles Antonio Villaraigosa mendukung Harris selama pemilihan untuk perwakilan Partai Demokrat. Pada 8 Juni 2010, dia dinominasikan dengan 33,6 persen suara, mengalahkan Alberto Torrico dan Chris Kelly.[80][81]

Dalam pemilihan umum, ia menghadapi jaksa distrik Los Angeles Steve Cooley, yang memimpin sebagian besar perlombaan.[82] Cooley mencalonkan diri sebagai seorang nonpartisan, menjauhkan dirinya dari kampanye kandidat gubernur dari Partai Republik Meg Whitman.[83] Pemilu diadakan pada 2 November, tetapi setelah waktu yang berlarut-larut dalam penghitungan, Cooley mengaku kalah pada 25 November.[84] Harris dilantik pada 3 Januari 2011; dia adalah wanita pertama, orang Amerika keturunan Afrika pertama, dan orang Amerika Asia Selatan pertama yang memegang jabatan Jaksa Agung dalam sejarah negara bagian.[85]

Harris mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri kembali pada pemilihan ulang pada Februari 2014 dan mengajukan dokumen untuk mencalonkan diri pada 12 Februari.[86][87][88] Pada 4 November 2014, Harris kembali terpilih mengalahkan lawannya Republikan Ronald Gold, dengan 57,5 persen suara.[89]

Pada 2011, Harris mengumumkan pembentukan Mortgage Fraud Strike Force setelah krisis penyitaan yang terjadi di Amerika Serikat pada 2010.[90] Pada tahun yang sama, Harris berhasil mendapatkan dua pemulihan terbesar dalam sejarah California False Claims Act - $ 241 juta dari Quest Diagnostics dan kemudian $ 323 juta dari jaringan perawatan kesehatan SCAN.[91][92]

Pada 2012, Harris memanfaatkan pengaruh ekonomi California untuk mendapatkan persyaratan yang lebih baik dalam Penyelesaian Hipotek Nasional terhadap lima penyedia hipotek terbesar di Amerika serikat - JPMorgan Chase, Bank of America, Wells Fargo, Citigroup, dan Ally Bank.[93] Perusahaan hipotek dituduh menyita pemilik rumah secara ilegal. Setelah menolak tawaran awal sebesar $ 2-4 miliar sebagai bantuan untuk warga California, Harris menarik diri dari proses negosiasi. Tawaran itu akhirnya meningkat menjadi $ 18,4 miliar dalam bentuk keringanan utang dan $ 2 miliar dalam bantuan keuangan lainnya untuk pemilik rumah di California.[94][95]

Harris bekerja dengan Ketua Majelis John Pérez dan Darrell Steinberg pada 2013 untuk memperkenalkan Homeowner Bill of Rights, yang dianggap sebagai salah satu perlindungan terkuat secara nasional terhadap taktik penyitaan yang agresif.[96] Houseowner Bill of Rights melarang praktik "dual tracking" (memproses modifikasi dan penyitaan pada saat yang sama), robo-signing serta memberi pemilik rumah kontak di lembaga pemberi pinjaman mereka. Harris mencapai beberapa penyelesaian dengan nilai sembilan digit untuk pemilik rumah California, sebagian besar dikarenakan praktek robo-signing dan pelanggaran dual tracking, serta kasus penuntutan di mana proses pengkreditan pinjaman gagal untuk segera mengkredit pembayaran hipotek, salah perhitungan suku bunga , dan membebankan biaya yang tidak semestinya kepada peminjam. Harris mendapatkan ratusan juta bantuan, termasuk $ 268 juta dari Ocwen Financial Corporation, $ 470 juta dari HSBC, dan $ 550 juta dari SunTrust Banks.[97][98]

Dari 2013 hingga 2015, Harris mengejar pemulihan finansial untuk karyawan publik California dan dana pensiun untuk guru terhadap berbagai perusahaan keuangan raksasa karena kesalahan penyajian dalam penjualan sekuritas berbasis hipotek. Dia mendapatkan beberapa pemulihan senilai sembilan digit untuk pensiun untuk pegawai negara, memulihkan sekitar $ 193 juta dari Citigroup, $ 210 juta dari S&P, $ 300 juta dari JP Morgan Chase, dan lebih dari setengah miliar dari Bank of America.[99][100][101][102]

Pada 2013, Harris menolak untuk mengesahkan pengaduan perdata yang dirancang oleh penyelidik negara yang menuduh OneWest Bank, yang dimiliki oleh grup investasi yang dipimpin oleh calon menteri keuangan Amerika Serikat Steven Mnuchin, atas "pelanggaran luas" terhadap undang-undang penyitaan California.[103] Selama pemilu 2016, Harris adalah satu-satunya kandidat Senat Demokrat yang menerima sumbangan dari Mnuchin. Harris dikritik karena menerima donasi karena Mnuchin yang dikatakan mendapat untung dari Krisis hipotek subprima melalui OneWest Bank. Harris kemudian menentang konfirmasi Mnuchin sebagai menteri keuangan pada Februari 2017.[104] Pada 2019, kampanye Harris menyatakan bahwa keputusan untuk tidak melanjutkan penuntutan dikarenakan ketidakmampuan negara bagian untuk memanggil OneWest ke pengadilan. Juru bicaranya berkata, "Tidak ada pertanyaan bahwa OneWest melakukan penyimpangan pada proses peminjaman, dan Senator Harris yakin mereka harus dihukum. Sayangnya, hukum benar-benar berpihak pada mereka dan mereka dilindungi dari panggilan pengadilan negara bagian karena mereka adalah bank federal."[105]

Pada 2014, Harris menyelesaikan dakwaan yang dia ajukan terhadap Aaron's, Inc. atas tuduhan menagih biaya keterlambatan yang tidak benar, membebankan biaya yang berlebihan kepada pelanggan yang melunasi kontrak mereka sebelum tanggal jatuh tempo, dan pelanggaran privasi. Dalam penyelesaiannya, Aaron's, Inc. mengembalikan $ 28,4 juta kepada pelanggan California dan membayar $ 3,4 juta dalam denda perdata.[106]

Pada 2015, Harris berhasil memperoleh $ 1,2 miliar dari perguruan tinggi Corinthian Colleges karena iklan palsu dan pemasaran yang menargetkan siswa berpenghasilan rendah dan rentan serta salah menggambarkan tingkat penempatan kerja kepada siswa, investor, dan agen akreditasi.[107][108] Pengadilan memerintahkan Corinthian untuk membayar $ 820 juta sebagai ganti rugi dan $ 350 juta lagi untuk hukuman perdata.[109] Pada tahun yang sama, Harris juga mendapatkan penyelesaian senilai $ 60 juta dengan JP Morgan Chase untuk menyelesaikan tuduhan penagihan utang secara ilegal sehubungan dengan pelanggan kartu kredit. JP Morgan Chase juga setuju untuk mengubah praktik yang melanggar undang-undang perlindungan konsumen California. Sebagai bagian dari penyelesaian, JP Mprgan Chase diminta untuk berhenti mencoba menagih lebih dari 528.000 rekening nasabah.[110]

Pada 2015, Harris membuka investigasi terhadap Office of Ratepayer Advocates, San Diego Gas and Electric, dan Southern California Edison terkait penutupan San Onofre Nuclear Generating Station. Penyelidik negara bagian California menggeledah rumah regulator utilitas California Michael Peevey dan menemukan catatan tulisan tangan yang diduga menunjukkan dia telah bertemu dengan seorang eksekutif dari perusahaan Edison di Polandia, di mana keduanya telah menegosiasikan persyaratan penyelesaian San Onofre, meninggalkan pembayar pajak San Diego dengan tagihan sebesar $ 3,3 miliar yang harus dibayarkan untuk penutupan pabrik tersebut. Investigasi ditutup di tengah pencalonan Harris 2016 untuk Posisi senat Amerika Serikat.[111][112]

Pada Februari 2012, Harris mengumumkan perjanjian dengan Apple, Amazon, Google, Hewlett-Packard, Microsoft, dan Research in Motion untuk memastikan bahwa aplikasi yang dijual mereka menampilkan kebijakan privasi yang memberi tahu pengguna tentang informasi pribadi apa yang mereka bagikan, dan dengan siapa saja.[113] Facebook kemudian bergabung dengan perjanjian tersebut. Musim panas itu, Harris mengumumkan pembentukan Unit Penegakan dan Perlindungan Privasi untuk menegakkan hukum yang terkait dengan privasi dunia maya, pencurian identitas, dan pelanggaran data.[114] Pada akhir tahun itu, Harris memberi tahu seratus pengembang aplikasi seluler tentang ketidakpatuhan mereka terhadap undang-undang privasi negara bagian dan meminta mereka untuk membuat kebijakan privasi atau menghadapi denda $ 2.500 setiap kali aplikasi yang tidak sesuai diunduh oleh penduduk California.[115]

Pada 2015, Harris berhasil mendapatkan dua penyelesaian dengan Comcast, satu dengan total $ 33 juta atas tuduhan bahwa mereka memposting secara online nama, nomor telepon dan alamat dari puluhan ribu pelanggan yang telah membayar layanan telepon voice over internet protocol (VOIP) yang tidak terdaftar dan juga penyelesaian senilai $ 26 juta untuk menyelesaikan tuduhan bahwa mereka membuang catatan kertas tanpa terlebih dahulu menghilangkan atau menyunting informasi pribadi pelanggan.[116][117] [139] [140] Harris juga menyelesaikan kasus dengan Houzz atas tuduhan bahwa perusahaan tersebut merekam panggilan telepon tanpa memberi tahu pelanggan atau karyawan. Houzz dipaksa untuk membayar $ 175.000, menghancurkan panggilan yang direkam, dan menyewa seorang kepala petugas privasi, pertama kali ketentuan seperti itu dimasukkan dalam penyelesaian dengan Departemen Kehakiman California.[118]

Pada November 2013, Harris meluncurkan Divisi Pengurangan Residivis dan Re-entry untuk Departemen Kehakiman California yang bekerja sama dengan kantor jaksa wilayah di San Diego, Los Angeles, dan Alameda County.[119] Pada Maret 2015, Harris mengumumkan pembuatan program yang dikoordinasi bersama dengan Departemen Sheriff County Los Angeles yang disebut "Back on Track LA." Seperi program Back on Track, pelaku kejahatan pertama kali, tanpa kekerasan, non-seksual, berusia antara 18 dan 30 - 90 pria berpartisipasi dalam program tersebut selama 24-30 bulan.[120] Para peserta menerima pendidikan melalui kemitraan dengan Los Angeles Community College District dan layanan pelatihan kerja.[121]

Pada 2011, Mahkamah Agung Amerika Serikat dengan kasus Brown v. Plata menyatakan penjara California begitu penuh sesak sehingga memberikan hukuman yang kejam dan tidak biasa, Harris melawan pengawasan pengadilan federal, mengatakan "Saya memiliki klien, dan saya tidak dapat memilih klien saya." Kasus -kasus Harris dengan vonis bersalah sebagai Jaksa Agung menuai kecaman dari kalangan akademisi dan aktivis. Profesor hukum Lara Bazelon berpendapat Harris "mengunakan teknikalitas untuk menahan orang yang bersalah di balik jeruji besi daripada mengizinkan mereka menjalani persidangan baru".[122] Harris menolak untuk mengambil posisi dalam inisiatif reformasi hukuman pidana Prop 36 (2012) dan Prop 47 (2014), dengan alasan itu tidak pantas karena kantornya menyiapkan buklet untuk pemungutan suara. John Van de Kamp, seorang pendahulu sebagai jaksa agung, secara terbuka tidak setuju dengan alasan tersebut.[123]

Pada September 2014, pengacara yang mewakili Harris tidak berhasil berdebat dalam pengajuan pengadilan yang menentang pembebasan lebih awal untuk para tahanan, dengan alasan perlunya tenaga kerja pemadam kebakaran. Ketika memo itu memicu berita utama, Harris berbicara menentang memo itu. Dia mengatakan dia tidak menyadarinya, dan pengacaranya telah mengeluarkan memo itu tanpa sepengetahuannya.[124] Sejak tahun 1940-an, narapidana California yang memenuhi syarat memiliki pilihan untuk menjadi sukarelawan untuk menerima pelatihan komprehensif dari Departemen Kehutanan dan Perlindungan Kebakaran California dengan imbalan pengurangan hukuman dan akomodasi penjara yang lebih nyaman; petugas pemadam kebakaran penjara menerima sekitar $ 2 sehari, dan tambahan sebesar $ 1 saat memadamkan api.[125]

Pada 2008, California mengesahkan Prop 8, amandemen konstitusi negara bagian yang menyatakan bahwa hanya pernikahan "antara pria dan wanita" yang sah. Gugatan hukum dibuat oleh sisi lawan tidak lama setelah Prop 8 disetujui. Sepasang pasangan sesama jenis mengajukan gugatan terhadap inisiatif tersebut di pengadilan federal dalam kasus Perry v. Schwarzenegger (kemudian Hollingsworth v. Perry). Dalam kampanye 2010, Jaksa Agung California Jerry Brown dan Harris berjanji untuk tidak membela Prop 8.[126]

Setelah terpilih, Harris menyatakan bahwa kantornya tidak akan membela larangan pernikahan.[127] Pada Februari 2013, Harris mengajukan amicus curiae, dengan alasan Prop 8 tidak konstitusional dan bahwa pihak yang berinisiatif tersebut tidak memiliki kedudukan hukum untuk mewakili kepentingan California dengan membela hukum di pengadilan federal.[128] Pada Juni 2013, Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan, 5–4, bahwa pendukung Prop 8 tidak memiliki kedudukan untuk mempertahankannya di pengadilan federal.[129] Keesokan harinya Harris menyampaikan pidato di pusat kota Los Angeles mendesak Ninth Circuit untuk mencabut larangan pernikahan sesama jenis sesegera mungkin.[130] Larangan tersebut kemudian dicabut dua hari kemudian.[129]

Pada 2014, Jaksa Agung Kamala Harris ikut mensponsori undang-undang untuk melarang pembelaan panik gay dan trans di pengadilan, yang disahkan dan menjadikan California negara bagian pertama dengan undang-undang tersebut.[131]

Pada Februari 2014, Michelle-Lael Norsworthy, seorang narapidana transgender di Penjara Negara Bagian Mule Creek California mengajukan gugatan federal dikarenakan kegagalan Departemen Koreksi dan Rehabilitasi California (CDCR) untuk memberikan apa yang menurutnya merupakan operasi penggantian kelamin yang diperlukan secara medis (SRS).[132] Pada April 2015, seorang hakim federal memerintahkan negara bagian untuk memberikan SRS kepada Norsworthy, menemukan bahwa petugas penjara telah "sengaja tidak mempedulikan kebutuhan medisnya yang serius".[133][134] Harris, mewakili CDCR, mengajukan banding atas perintah tersebut ke Ninth Circuit, dengan alasan bahwa psikoterapi, serta terapi hormon yang diterima Norsworthy untuk disforia gendernya selama empat belas tahun sebelumnya, adalah perawatan medis yang memadai, dan "tidak ada bukti bahwa Norsworthy berada dalam bahaya fisik atau emosional yang serius ataupun langsung".[135][136][137] Sementara Harris membela posisi negara bagian di pengadilan, dia berkata dia akhirnya mendorong Departemen Koreksi dan Rehabilitasi California untuk mengubah kebijakan mereka.[138] Pada Agustus 2015, sementara proses banding negara sedang ditunda, Norsworthy dibebaskan bersyarat, meniadakan kewajiban negara untuk memberinya perawatan medis narapidana dan membuat kasus ini diperdebatkan.[139][140] Pada 2019, Harris menyatakan bahwa dia mengambil "tanggung jawab penuh" atas pengarahan yang diajukan kantornya dalam kasus Norsworthy dan lainnya yang melibatkan akses ke operasi penegasan gender untuk narapidana trans.[141]

Pada 2011, Harris mendesak hukuman pidana bagi orang tua dari anak-anak yang membolos seperti yang dia lakukan sebagai Jaksa Wilayah San Francisco, mengizinkan pengadilan untuk menunda keputusan jika orang tua setuju untuk periode mediasi untuk memastikan anak mereka ke sekolah. Kritikus menuduh bahwa jaksa penuntut lokal yang melaksanakan arahannya terlalu bersemangat dalam penegakannya dan kebijakan Harris berdampak buruk pada beberapa keluarga.[142] Pada 2013, Harris mengeluarkan laporan berjudul In School + On Track, yang menemukan bahwa lebih dari 250.000 siswa sekolah dasar di negara bagian itu "secara kronis tidak hadir" dan angka membolos di seluruh negara bagian untuk siswa sekolah dasar pada tahun ajaran 2012-2013 hampir tiga puluh persen, yang mengakibatkan distrik sekolah biaya hampir $ 1,4 miliar, karena pendanaan didasarkan pada tingkat kehadiran.[143]

Harris memprioritaskan perlindungan lingkungan sebagai jaksa agung, pertama ia berhasil mengamankan penyelesaian kasus senilai $ 44 juta untuk menyelesaikan semua kerusakan dan biaya yang terkait atas tumpahan minyak Cosco Busan. Kejadian itu terjadi saat sebuah kapal kontainer bertabrakan dengan Jembatan San Francisco - Oakland Bay dan menumpahkan 50.000 galon bahan bakar bunker ke Teluk San Francisco.[144] Selain itu, Harris mengunjungi garis pantai dan mengerahkan sumber daya serta pengacara kantornya untuk menyelidiki kemungkinan pelanggaran pidana atas tumpahan minyak Refugio pada 2015, yang mengendapkan sekitar 140.000 galon minyak mentah di lepas pantai Santa Barbara, California. Setelah itu, operator Plains All American Pipeline didakwa atas 46 dakwaan pidana terkait dengan tumpahan tersebut, dengan satu karyawan didakwa atas tiga dakwaan pidana.[145] Pada 2019, juri Santa Barbara mengembalikan putusan yang menyatakan Plains bersalah karena gagal memelihara saluran pipa dengan benar dan delapan dakwaan pelanggaran ringan lainnya; mereka dihukum membayar denda dan hukuman lebih dari $ 3 juta.[146]

Dari 2015 hingga 2016, Harris berhasil mengamankan penyelesaian kasus multi-juta dolar dengan perusahaan layanan bahan bakar Chevron, BP, ARCO, Phillips 66, dan ConocoPhillips untuk menyelesaikan tuduhan bahwa mereka gagal memantau dengan benar bahan berbahaya di tangki penyimpanan bawah tanah yang digunakan untuk menyimpan bensin. penjualan eceran di ratusan pompa bensin California.[147][148][149] Pada musim panas 2016, produsen mobil Volkswagen AG setuju untuk membayar hingga $ 14,7 miliar untuk menyelesaikan serangkaian klaim terkait dengan perangkat yang digunakan untuk menipu standar emisi pada mobil dieselnya yang sebenarnya mengeluarkan hingga empat puluh kali tingkat oksida nitrogen berbahaya yang diizinkan dalam hukum negara bagian dan federal. Harris dan ketua Dewan Sumber Daya Udara California, Mary D. Nichols, mengumumkan bahwa California akan menerima $ 1,18 miliar serta $ 86 juta yang dibayarkan kepada negara bagian California dalam hukuman perdata.[150]

Prop 69 California (2004) mewajibkan penegak hukum untuk mengumpulkan sampel DNA dari setiap orang yang ditangkap karena kejahatan tertentu. Pada 2012, Harris mengumumkan bahwa Departemen Kehakiman California telah meningkatkan kemampuan pengujian DNA sehingga sampel yang disimpan di laboratorium kriminal sekarang dapat dianalisis empat kali lebih cepat, dalam tiga puluh hari. Harris melaporkan bahwa Tim Layanan DNA Cepat dalam Biro Layanan Forensik telah membersihkan simpanan DNA California untuk pertama kalinya.[151] Kantornya kemudian dianugerahi hibah $ 1,6 juta dari inisiatif Pengacara Distrik Manhattan untuk memproses tumpukan test alat pemerkosaan yang belum dikerjakan.[152]

Pada 2015, Harris melakukan peninjauan 90 hari terhadap bias implisit dalam kepolisian dan penggunaan kekuatan mematikan oleh polisi. Pada April 2015, Harris memperkenalkan pelatihan pertama dari "Pemolisian Berprinsip: Keadilan Prosedural dan Bias Implisit", yang dirancang bersama dengan psikolog dan profesor dari Universitas Stanford, Jennifer Eberhardt. Pelatihan tersebut dirancang untuk membantu petugas penegak hukum mengatasi hambatan yang ada dikepolisian untuk menjadi netral dan membangun kembali kepercayaan antara penegak hukum dan komunitas. Semua staf tingkat Komando menerima pelatihan. Pelatihan tersebut merupakan bagian dari paket reformasi yang diperkenalkan di dalam Departemen Kehakiman California, yang juga mencakup sumber daya tambahan yang dikerahkan untuk meningkatkan perekrutan, peran yang diperluas bagi departemen untuk menyelidiki investigasi penembakan terkait petugas dan komunitas.[153] Pada tahun yang sama, Departemen Kehakiman California menjadi badan di seluruh negara bagian pertama di negara yang mengharuskan semua petugas polisi untuk memakai kamera tubuh.[154] Harris juga mengumumkan undang-undang negara bagian yang mewajibkan setiap lembaga penegak hukum di California untuk mengumpulkan, melaporkan, dan menerbitkan statistik yang diperluas tentang berapa banyak orang yang ditembak, terluka parah, atau dibunuh oleh petugas perdamaian di seluruh negara bagian.[155]

Masih pada tahun yang sama, Harris mengajukan banding atas perintah hakim untuk mengambil alih penuntutan kasus pembunuhan massal di Seal Beach, California. Dimana semua 250 jaksa dari kantor jaksa wilayah Orange County diminta untuk keluar karena tuduhan pelanggaran oleh Partai Republik Jaksa wilayah Tony Rackauckas. Rackauckas diduga telah mempekerjakan informan penjara secara ilegal dan menyembunyikan bukti.[156] Harris menyatakan bahwa tidak perlu melarang semua 250 jaksa untuk menangani kasus ini, karena hanya sedikit yang terlibat langsung, yang kemudian menjanjikan penyelidikan kriminal yang lebih tertata. Departemen Kehakiman Amerika Serikat memulai penyelidikan terhadap Rackauckas pada Desember 2016, tetapi dia tidak terpilih kembali.[157]

Pada 2016, Harris mengumumkan pola dan praktik investigasi atas dugaan pelanggaran hak-hak sipil dan penggunaan kekerasan yang berlebihan oleh dua lembaga penegak hukum terbesar di Kern County, California yaitu Departemen Kepolisian Bakersfield dan Departemen Sheriff Kern County.[158] Mendapatkan label sebagai "departemen polisi paling mematikan di Amerika" oleh Guardian, penyelidikan terpisah oleh ACLU yang kemudian diserahkan ke Departemen Kehakiman California juga menghasilakn laporan yang menyimpulkan bahwa polisi menggunakan kekuatan berlebihan.[159]

Pada 2016, kantor Harris menyita video dan informasi lain dari apartemen seorang aktivis anti-aborsi yang telah membuat rekaman rahasia dan kemudian menuduh dokter dari Planned Parenthood menjual tisu janin secara ilegal. Harris telah mengumumkan bahwa kantornya akan menyelidiki aktivis tersebut pada musim panas 2015. Dia mendapat kritik karena tidak mengambil tindakan publik pada saat Planned Parenthood mengajukan gugatan terhadap aktivis tersebut.[160][161]

Pada 2011, kasusnya memperoleh pengakuan bersalah dan hukuman penjara selama empat tahun untuk seorang penguntit yang menggunakan Facebook dan teknik rekayasa sosial untuk mengakses secara foto-foto pribadi perempuan yang akun media sosialnya dibajaknya secara ilegal. Harris berkomentar bahwa Internet telah "membuka batas baru untuk kejahatan".[162] Pada akhir 2011, Harris membentuk Unit eCrime di dalam Departemen Kehakiman California, sebuah unit dengan 20 pengacara yang secara khusus menargetkan kejahatan teknologi.[163] Pada 2015, beberapa pemasok dari apa yang disebut situs porno balas dendam yang berbasis di California ditangkap, didakwa atas tindak pidana kejahatan, dan dijatuhi hukuman penjara.[164][165] Kevin Bollaert dihukum untuk 21 dakwaan pencurian identitas dan enam dakwaan pemerasan dan dijatuhi hukuman 18 tahun penjara.[166] Harris mengemukakan kasus-kasus ini ketika Anggota Kongres California Katie Hill menjadi sasaran eksploitasi dunia maya serupa oleh mantan suaminya dan dipaksa mengundurkan diri pada akhir 2019.[167]

Pada 2016, Harris mengumumkan penangkapan CEO Backpage Carl Ferrer atas tuduhan kejahatan menjadi germo, mucikari, dan konspirasi untuk melakukan penjualan pekerja seks. Surat perintah tersebut menuduh bahwa 99 persen dari pendapatan Backpage secara langsung terkait dengan iklan terkait prostitusi, banyak di antaranya melibatkan korban perdagangan seks, termasuk anak-anak di bawah usia 18 tahun.[168] Tuduhan mucikari terhadap Ferrer dibatalkan oleh pengadilan California pada 2016 dengan alasan Section 230 dari Undang-Undang Kepatutan Komunikasi. Tetapi pada 2018, Ferrer mengaku bersalah di California atas pencucian uang dan setuju untuk memberikan bukti terhadap Backpage.[169] Ferrer secara bersamaan mengaku bersalah atas tuduhan pencucian uang dan konspirasi untuk memfasilitasi prostitusi di pengadilan negara bagian Texas dan pengadilan federal Arizona. Di bawah tekanan, Backpage mengumumkan bahwa mereka menghapus bagian dewasa dari semua situsnya di Amerika Serikat.[170] Harris menyambut baik langkah tersebut, dengan mengatakan, "Saya berharap mereka ditutup sepenuhnya."[170] Investigasi berlanjut setelah dia menjadi senator, kemudian pada April 2018, Backpage dan situs afiliasinya disita oleh penegak hukum federal.[171]

Selama masa jabatannya sebagai jaksa agung, kantornya mengawasi penyelidikan dan proses penuntutan yang menargetkan organisasi kriminal transnasional karena keterlibatan mereka dalam kejahatan kekerasan, skema penipuan, perdagangan narkoba, dan juga penyelundupan. Penangkapan dan penyitaan yang signifikan (senjata, obat-obatan, uang tunai, dan aset lainnya) di bawah Harris menargetkan Tijuana Cartel (2011),[172] Nuestra Familia, Norteños (2015),[173] dan Vagos Motorcycle Club (2011),[174][175][176] the Crips (2015),[177] the Mexican Mafia (2016),[178] dan bisnis di Los Angeles Fashion District yang dituduh menjalankan pencucian uang besar-besaran untuk penyelundup narkotika dari Meksiko (2014).[179]

Pada musim panas 2012, Harris menandatangani perjanjian dengan Jaksa Agung Meksiko Marisela Morales, untuk meningkatkan koordinasi sumber daya penega hukum yang menargetkan geng transnasional yang terlibat dalam penjualan dan perdagangan manusia di seberang perbatasan San Ysidro. Perjanjian tersebut menyerukan integrasi yang lebih dekat pada investigasi antara keduanya.[180] Pada 2012, Gubernur Jerry Brown menandatangani dua undang-undang yang diajukan oleh Harris untuk memerangi perdagangan manusia.[181] Pada November, Harris mempresentasikan laporan berjudul The State of Human Trafficking in California 2012 pada simposium yang dihadiri oleh Menteri Tenaga Kerja Amerika Serikat Hilda Solis dan Jaksa Agung Morales, menguraikan peningkatan prevalensi perdagangan manusia di negara bagian, dan menyoroti keterlibatan geng transnasional dalam praktiknya.[182]

Pada awal 2014, Harris menerbitkan laporan berjudul Gangs Beyond Borders: California and the Fight Against Transnational Crime. Laporan tersebut membahas peran penting narkoba, senjata, dan perdagangan manusia, pencucian uang, dan kejahatan teknologi yang digunakan oleh berbagai narkoba kartel dari Meksiko, Armenian Power, 18th Street Gang, dan MS-13 dan menawarkan rekomendasi bagi penegak hukum negara bagian dan lokal untuk memerangi aktivitas kriminal.[183] Pada akhir 2014, Harris memimpin delegasi bipartisan jaksa agung negara bagian ke Mexico City untuk membahas kejahatan transnasional dengan jaksa penuntut Meksiko.[184] [212] Harris kemudian mengadakan pertemuan puncak yang berfokus pada penggunaan teknologi untuk memerangi kejahatan transnasional terorganisir dengan pejabat negara bagian dan federal dari Amerika Serikat, Meksiko, dan El Salvador.[185]

Superheroes Are Everywhere

U.S. Senator (2017–2021)

After more than 20 years as a U.S. senator from California, Senator Barbara Boxer announced on January 13, 2015, that she would not run for reelection in 2016.[80] Harris announced her candidacy for the Senate seat the next week.[80] She was a top contender from the beginning of her campaign.[81]

The 2016 California Senate election used California's new top-two primary format, where the top two candidates in the primary advance to the general election regardless of party.[81] On February 27, 2016, Harris won 78% of the California Democratic Party vote at the party convention, allowing her campaign to receive financial support from the party.[82] Three months later, Governor Jerry Brown endorsed her.[83] In the June 7 primary, Harris came in first with 40% of the vote and won with pluralities in most counties.[84] Harris faced representative and fellow Democrat Loretta Sanchez in the general election.[85]

On July 19, President Barack Obama and Vice President Joe Biden endorsed Harris.[86] In the November 2016 election, Harris defeated Sanchez with over 60% of the vote, carrying all but four counties.[87] After her victory, she promised to protect immigrants from the policies of President-elect Donald Trump and announced her intention to remain Attorney General through the end of 2016.[88][89] Harris became the second Black woman and first South Asian American senator in history.[90][91][92]

Tenure and political positions

As a senator, Harris advocated stricter gun control laws,[93][94] the DREAM Act, federal legalization of cannabis, and healthcare and taxation reforms.[citation needed] She became well known nationally after questioning several Trump appointees such as Jeff Sessions and Brett Kavanaugh.[95]

On January 28, after Trump signed Executive Order 13769, barring citizens from several Muslim-majority countries from entering the U.S. for 90 days, she condemned the order and was one of many to call it a "Muslim ban".[96] She called White House Chief of Staff John F. Kelly at home to gather information and push back against the executive order.[97]

In February, Harris spoke in opposition to Trump's cabinet picks Betsy DeVos for secretary of education[98] and Jeff Sessions for United States Attorney General.[99] In early March, she called on Sessions to resign, after it was reported that Sessions, who had previously said he "did not have communications with the Russians", spoke twice with Russian Ambassador to the United States Sergey Kislyak.[100]

In April, Harris voted against the confirmation of Neil Gorsuch to the U.S. Supreme Court.[101] Later that month, she took her first foreign trip to the Middle East, visiting California troops stationed in Iraq and the Zaatari refugee camp in Jordan, the largest camp for Syrian refugees.[102]

In June, Harris garnered media attention for her questioning of Rod Rosenstein, the deputy attorney general, over the role he played in the May 2017 firing of James Comey, the director of the Federal Bureau of Investigation.[103] The prosecutorial nature of her questioning caused Senator John McCain, an ex officio member of the Intelligence Committee, and Senator Richard Burr, the committee chairman, to interrupt her and request that she be more respectful of the witness. A week later, she questioned Jeff Sessions, the attorney general, on the same topic.[104] Sessions said her questioning "makes me nervous".[105] Burr's singling out of Harris sparked suggestions in the news media that his behavior was sexist, with commentators arguing that Burr would not treat a male Senate colleague in a similar manner.[106]

In December, Harris called for the resignation of Senator Al Franken, writing on Twitter, "Sexual harassment and misconduct should not be allowed by anyone and should not occur anywhere."[107]

In January, Harris was appointed to the Senate Judiciary Committee after Franken resigned.[109] Later that month, she questioned Homeland Security Secretary Kirstjen Nielsen for favoring Norwegian immigrants over others and for claiming to be unaware that Norway is a predominantly white country.[110][111]

Also in January, Harris and Senators Heidi Heitkamp, Jon Tester, and Claire McCaskill co-sponsored the Border and Port Security Act,[112] legislation to mandate that U.S. Customs and Border Protection "hire, train and assign at least 500 officers per year until the number of needed positions the model identifies is filled" and require the commissioner of Customs and Border Protection to determine potential equipment and infrastructure improvements for ports of entry.[113]

In May, Harris heatedly questioned Nielsen about the Trump administration family separation policy, under which children were separated from their families when their parents were taken into custody for illegally entering the U.S.[114] In June, after visiting one of the detention facilities near the border in San Diego,[115] Harris became the first senator to demand Nielsen's resignation.[116]

In the September and October Brett Kavanaugh Supreme Court confirmation hearings, Harris questioned Brett Kavanaugh about a meeting he may have had regarding the Mueller Investigation with a member of Kasowitz Benson Torres, the law firm founded by Donald Trump's personal attorney, Marc Kasowitz. Kavanaugh was unable to answer and repeatedly deflected.[117] Harris also participated in questioning the FBI director's limited scope of the investigation of Kavanaugh regarding allegations of sexual assault.[118] She voted against his confirmation.

Harris was a target of the October 2018 United States mail bombing attempts.[119]

In December, the Senate passed the Justice for Victims of Lynching Act (S. 3178), sponsored by Harris.[120] The bill, which died in the House, would have made lynching a federal hate crime.[121]

Harris supported busing for desegregation of public schools, saying, "the schools of America are as segregated, if not more segregated, today than when I was in elementary school."[122] She viewed busing as an option to be considered by school districts, rather than the responsibility of the federal government.[123]

Harris was an early co-sponsor of the Green New Deal, a plan to transition the country towards generating 100 percent renewable electricity by 2030.[124]

In March 2019, after Special Counsel Robert Mueller submitted his report on Russian interference in the 2016 election, Harris called for U.S. Attorney General William Barr to testify before Congress in the interests of transparency.[125] Two days later, Barr released a four-page "summary" of the redacted Mueller Report, which was criticized as a deliberate mischaracterization of its conclusions.[126] Later that month, Harris was one of 12 Democratic senators led by Mazie Hirono to sign a letter questioning Barr's decision to offer "his own conclusion that the President's conduct did not amount to obstruction of justice", and called for an investigation into whether Barr's summary of the Mueller report and his statements at a news conference were misleading.[127]

In April 2019, Harris was one of 34 Senate Democrats and independents to write a letter urging President Trump not to cut aid to El Salvador, Guatemala, and Honduras. The group wrote:[128]

We encourage you to listen to members of your own Administration and reverse a decision that will damage our national security and aggravate conditions inside Central America....Since taking office, you have consistently expressed a flawed understanding of U.S. foreign assistance. It is neither charity, nor is it a gift to foreign governments. Our national security funding is specifically designed to promote American interests, enhance our collective security, and protect the safety of our citizens... By obstructing the use of [Fiscal Year 2018] national security funding and seeking to terminate similar funding from [Fiscal Year 2017], you are personally undermining efforts to promote U.S. national security and economic prosperity.

On May 1, 2019, Barr testified before the Senate Judiciary Committee.[129] During the hearing, he remained defiant about the misrepresentations in the four-page summary he had released ahead of the full report.[130] When asked by Harris whether he had reviewed the underlying evidence before deciding not to charge Trump with obstruction of justice, Barr admitted that neither he, Rod Rosenstein, nor anyone in his office had reviewed the evidence supporting the report before making the charging decision.[131] Harris later called for Barr to resign, accusing him of refusing to answer her questions because he could open himself up to perjury, and saying his responses disqualified him from serving as U.S. attorney general.[132][133] Two days later, Harris demanded again that the Department of Justice inspector general Michael E. Horowitz investigate whether Barr acceded to pressure from the White House to investigate Trump's political enemies.[134]

On May 5, 2019, Harris said "voter suppression" prevented Democrats Stacey Abrams and Andrew Gillum from winning the 2018 gubernatorial elections in Georgia and Florida; Abrams lost by 55,000 votes and Gillum by 32,000. According to election law expert Richard L. Hasen, "I have seen no good evidence that the suppressive effects of strict voting and registration laws affected the outcome of the governor's races in Georgia and Florida."[135]

In July, Harris teamed with Kirsten Gillibrand to urge the Trump administration to investigate the persecution of Uyghurs in China by the Chinese Communist Party; in this question she was joined by Senator Marco Rubio.[136]

In November, Harris called for an investigation into the death of Roxsana Hernández, a transgender woman and immigrant who died in ICE custody.[137][138]

In December, Harris led a group of Democratic senators and civil rights organizations in demanding the removal of White House senior adviser Stephen Miller after emails published by the Southern Poverty Law Center revealed frequent promotion of white nationalist literature to Breitbart website editors.[139]

Before the opening of the impeachment trial of Donald Trump on January 16, 2020, Harris delivered remarks on the floor of the Senate, stating her views on the integrity of the American justice system and the principle that nobody, including an incumbent president, is above the law. She later asked Senate Judiciary chairman Lindsey Graham to halt all judicial nominations during the impeachment trial, to which Graham acquiesced.[140][141] Harris voted to convict Trump on charges of abuse of power and obstruction of Congress.[142]

Harris worked on bipartisan bills with Republican co-sponsors, including a bail reform bill with Rand Paul,[143] an election security bill with James Lankford,[144] and a workplace harassment bill with Lisa Murkowski.[145]

Following her election as Vice President of the United States, Harris resigned from her seat on January 18, 2021,[146] before taking office on January 20, and was replaced by California Secretary of State Alex Padilla.[147]

Presidential Campaign

On January 21, 2019, during a Martin Luther King Jr. Day interview on Good Morning America, Harris announced she was running for president in 2020. One of the top Democratic candidates, the California senator joined a field that already included Massachusetts Senator Elizabeth Warren and New York Senator Kirsten Gillibrand in a bid to push President Donald Trump from the White House after one term.

One week after her GMA announcement, Harris formally kicked off her campaign before an estimated 20,000 supporters at Frank Ogawa Plaza in Oakland, California. She remained near the top of the Democratic polls over the following weeks, withstanding the brouhaha that ensued when she admitted to smoking marijuana in a February interview and another when an animal rights activist confronted her onstage at a political event in June.

Harris stood out as one of the top performers of the first Democratic primary debate in late June, garnering headlines for taking Joe Biden to task over his history of opposing federal busing for school integration. During the second debate the following month, she found herself a target of attacks, with Biden and the rest criticizing her healthcare plan and aspects of her record as California attorney general.

Her support in the polls slipping by the fall of 2019, Harris sought to thrust herself back into the top tier by calling for the impeachment of Trump over his dealings with Ukraine and a focus on women’s access to reproductive health care. Meanwhile, her campaign staff reportedly bickered over strategy and the chain of command, the dysfunction noted in a resignation letter from the state operations director that became public via The New York Times.

In early December 2019, Harris announced she was ending her once-promising presidential campaign. But months later, she had another chance to make it on the Democratic ticket.

Presidential campaign

Harris had been considered a top contender and potential front-runner for the 2020 Democratic nomination for president.[152] In June 2018, she said she was "not ruling it out".[153] In July 2018, it was announced that she would publish a memoir, a sign of a possible run.[154] On January 21, 2019, Harris officially announced her candidacy for president of the United States in the 2020 presidential election.[155] In the first 24 hours after her announcement, she tied a record set by Bernie Sanders in 2016 for the most donations raised in the day after an announcement.[156][157] More than 20,000 people attended her campaign launch event in her hometown of Oakland, California, on January 27, according to a police estimate.[158]

During the first Democratic presidential debate in June 2019, Harris scolded former vice president Joe Biden for "hurtful" remarks he made, speaking fondly of senators who opposed integration efforts in the 1970s and working with them to oppose mandatory school bussing.[159] Harris's support rose by between six and nine points in polls after that debate.[160] In the second debate in August, Biden and Representative Tulsi Gabbard confronted Harris over her record as attorney general.[161] The San Jose Mercury News assessed that some of Gabbard's and Biden's accusations were on point, such as blocking the DNA testing of a death row inmate, while others did not withstand scrutiny. In the immediate aftermath of the debate, Harris fell in the polls.[162][163] Over the next few months her poll numbers fell to the low single digits.[164][165] Harris faced criticism from reformers for tough-on-crime policies she pursued while she was California's attorney general.[166] In 2014, she defended California's death penalty in court.[167]

Before and during her presidential campaign, an online informal organization using the hashtag #KHive formed to support Harris's candidacy and defend her from racist and sexist attacks.[168][169][170] According to the Daily Dot, Joy Reid first used the term in an August 2017 tweet saying "@DrJasonJohnson @ZerlinaMaxwell and I had a meeting and decided it's called the K-Hive."[171]

On December 3, 2019, Harris withdrew from the 2020 presidential election, citing a shortage of funds.[172] In March 2020, she endorsed Joe Biden for president.[173]

Attorney General of California (2011–2017)

Harris was elected Attorney General of California in 2010, becoming the first woman, African American, and South Asian American to hold the office in the state's history.[56] She took office on January 3, 2011, and was reelected in 2014.[57] She served until resigning on January 3, 2017, to take her seat in the United States Senate.

In 2010, Harris announced her candidacy for attorney general and was endorsed by prominent California Democrats, including U.S. Senators Dianne Feinstein and Barbara Boxer and House Speaker Nancy Pelosi.[58] She won the Democratic primary and narrowly defeated Republican nominee Steve Cooley in the general election.[59] Her tenure was marked by significant efforts in consumer protection, criminal justice reform, and privacy rights.

In 2014, Harris was reelected, defeating Republican nominee Ronald Gold with 58% of the vote.[57] During her second term, she expanded her focus on consumer protection, securing major settlements against corporations like Quest Diagnostics,[60] JPMorgan Chase,[61] and Corinthian Colleges,[62][63] recovering billions for California consumers. She spearheaded the creation of the Homeowner Bill of Rights to combat aggressive foreclosure practices during the housing crisis, recording multiple nine-figure settlements against mortgage servicers.[64][65] Harris also worked on privacy rights. She collaborated with major tech companies like Apple, Google, and Facebook to ensure that mobile apps disclosed their data-sharing practices.[66][67] She created the Privacy Enforcement and Protection Unit, focusing on cyber privacy and data breaches.[67] California secured settlements with companies like Comcast and Houzz for privacy violations.[68][69]

Harris was instrumental in advancing criminal justice reform. She launched the Division of Recidivism Reduction and Re-Entry and implemented the Back on Track LA program, which provided educational and job training opportunities for nonviolent offenders.[70][71] Despite her focus on reform, Harris faced criticism for defending the state's position in cases involving wrongful convictions[72] and for her office's stance on prison labor.[73][74] She continued to advocate for progressive reforms, including banning the gay panic defense in California courts[75][76] and opposing Proposition 8, the state's same-sex marriage ban.[77][78][79]

First Female Vice President in U.S. History

In August 2020, 10 days before presidential hopeful Joe Biden accepted the Democratic nomination, he announced Harris, his former rival, as his running mate. “Back when Kamala was Attorney General, she worked closely with [my son] Beau,” Biden said. “I watched as they took on the big banks, lifted up working people, and protected women and kids from abuse. I was proud then, and I’m proud now to have her as my partner in this campaign.” Continuing to break barriers, Harris became the first Black woman and person of South Asian descent to be nominated for a national office by a major party. She was the fourth woman in history to compete on a major party’s presidential ticket.

On November 7, 2020, four days after election day, Biden was declared the 46th president-elect after winning Pennsylvania. This set Harris up to become the first female vice president and the first Black person and Asian American to hold the position. That evening, a beaming Harris took the stage at a victory rally in Wilmington, Delaware, her suffragette white pantsuit a nod to the efforts of her predecessors. Harris thanked the voters, her running mate, and her family, giving special acknowledgment to her mother:

Kamala Harris became the first woman, first Black person, and first Asian American to serve as U.S. vice president in January 2021.

Harris officially became U.S. vice president on January 20, 2021, after being sworn in by Supreme Court Justice Sonia Sotomayor. According to her White House profile, Harris has represented the United States on over a dozen international trips during her term and has met with more than 150 world leaders to help strengthen diplomatic ties.

In her position as president of the Senate, Harris set a record in December 2023 by casting her 32nd and 33rd tiebreaking votes—breaking John C. Calhoun’s mark that stood for almost 200 years.

Since 2023, Harris has led the White House Office of Gun Violence Prevention. She has also focused on key issues such as immigration, voting, and reproductive rights. In Minnesota in March 2024, she became the first American president or vice president to tour a health center providing abortions.